BIMBINGAN RASULULLAH SAW DALAM PENGURUSAN JENAZAH (Part 3)
sambungan dari (2)........
Oleh : Al Ustadz Abdurrahman
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Mengkafani Jenazah
Hukumnya adalah fardlu kifayah (Asy Syarhul Mumti’ 5/302). Dalilnya adalah hadits Khabbab bin Al Arat radhiyallahu ‘anhu, berkata: “Kami pernah berhijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di jalan Allah. Allahpun mewujudkan harta rampasan perang bagi kami. Akan tetapi ada diantara kami yang tidak mendapatkan harta tersebut sama sekali. Diantara mereka adalah Mush’ab bin Umair karena terbunuh pada Perang Uhud.
Tidak ada sesuatupun yang cukup untuk mengkafaninya kecuali kain yang bergaris hitam putih. Itupun bila kami menutupi kepala dengannya maka tampak kedua kakinya dan bila kami menutupi kedua kakinya maka tampak kepalanya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun berkata:“Tutupilah kepalanya dengan kain itu dan kedua kakinya dengan dedaunan. Diantara kami memang benar-benar mendapatkan harta rampasan perang.” (Al Bukhari 1276 dan Muslim 940).
Adapun orang kafir/musyrik tidak boleh bagi seorang muslimpun untuk mengkafaninya (lihat
penjelasan pada edisi lalu tentang memandikan jenazah).
Faedah
Untuk pengadaan kafan diambil dari harta peninggalan si mayit. Bila dia tidak meninggalkan harta warisan untuk mencukupi biaya pengkafanan tersebut maka wajib bagi orang yang menanggung nafkahnya untuk mencukupi biaya pengkafanan. Namun bila orang yang menanggung nafkahnya tersebut tidak ada atau ada tapi tidak mampu, maka kewajiban dibebankan kepada pemerintah kaum muslimin. Bila pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya maka wajib bagi sebagian kaum muslimin untuk menanggung biaya pengkafanan, sebab hukum mengkafani jenazah adalah fardlu kifayah (Syarh An Nawawi tentang 941 dengan beberapa perubahan).
Lebih dari itu biaya pengkafanan itu lebih didahulukan daripada pelunasan hutang, pelaksanaan wasiat si mayit dan pembagian harta warisan. Ibrahim An Nakha’i berkata: “Dimulai terlebih dahulu (dari harta si mayit – pen) untuk biaya pengkafanan, pelunasan hutang, kemudian pelaksanaan wasiat.” (Al Bukhari Bab Al Kafn Min Jami’il Maal).
Asy Syaikh Ibnu Utsaimin berkata: “Ini adalah yang benar. Bahwa seluruh biaya pengkafanan tersebut berasal dari harta si mayit. Biaya pengkafanan itu lebih didahulukan daripada pelunasan hutang dan pelaksanaan wasiat. Lebih didahulukan untuk pengadaan kain kafan dan biaya pengurusan jenazah, seperti upah orang yang memandikan, menggali kubur dan sebagainya. Kemudian setelah itu pelunasan hutang, pelaksanaan wasiat dan pembagian warisan.” (Syarh Shahih Al Bukhari Tentang Bab Al Kafn Min Jami’il Maal).
Sifat Kain Kafan Dan Pengkafanannya
Secara umum dua hal di atas dinyatakan dalam sebuah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (artinya): “Bila salah seorang diantara kalian mengkafani saudaranya maka perbaguslah kafannya.”(Muslim 943). Asy Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: “Didalam hadits ini ada anjuran untuk memperbagus kafan. Yang demikian ini ditinjau dari 2 sisi. Sisi pertama: memilih kain kafan terbaik. Sisi kedua: memperbagus tata cara pengkafanan-nya…” (Tashihul Ilmaam 3/32-33). Jadi memperbagus kafan itu maknanya memperbagus kain kafan dan tata cara pengkafanannya.
Adapun jenis kafan yang bagus adalah:
1. Warnanya putih, berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: (artinya): “Pakailah pakaian putih karena sesungguhnya warna putih itu merupakan warna pilihan kalian dan kafanilah jenazah-jenazah kalian dengan warna itu…” ( Abu Dawud 3878, At Tirmidzi 994, Ibnu Majah 1472 dengan sanad shahih).
2. Bersih. Hal ini dikatakan Ibnu Mubarak: “Sallam bin Muthi’ berkata tentang sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (artinya): “Dan hendaklah salah seorang diantara kalian memperbagus kafan saudaranya,” : bahwa maksudnya bersih namun tidak mahal-mahal.” (At Tirmidzi 995).
3. Menutup seluruh badan mayit, berdasarkan sebab munculnya perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk memperbagus kafan yaitu seorang shahabat beliau yang tidak dikafani dengan kain yang menutup seluruh tubuhnya.
Sedangkan memperbagus tata cara pengkafanannya, maka secara umum sebagaimana didalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikafani dengan 3 lembar kain putih bersih dari negeri Yaman yang terbuat dari kapas, tanpa baju atas dan surban kepala (Al Bukhari 1264 dan Muslim 941).
Jumlah tiga lembar untuk kain kafan adalah mustahab (sunnah). Sedangkan satu lembar adalah wajib. Hal ini diterangkan Al Imam An Nawawi di dalam Syarh Muslim Tentang Hadits 941 dan Al Hafidh Ibnu Hajar didalam Fathul Bari Tentang Hadits 1264. Sedangkan jumlah tersebut mencakup jumlah kain kafan jenazah pria maupun wanita. Tidak ada perbedaan antara keduanya. (Ahkamul Jana’iz hal. 85).
Adapun hadits tentang jumlah kain kafan sebanyak 5 dan 7 lembar adalah tidak shahih (kuat) sebagaimana dinyatakan Asy Syaikh Al Albani rahi-imahullah dalam Irwa’ul Ghalil hadits 724 dan catatan kaki Ahkamul Jana’iz hal. 85.
Tata Cara (kaifiyah) Mengkafani Jenazah
Adapun tata cara mengkafani jenazah secara rinci sebagai berikut:
1. Disiapkan 1 s/d 3 lembar kain kafan.
2. Disunnahkan untuk memberi wewangian pada kain kafan dengan bakhur (dupa) setelah kafan tersebut diperciki dengan air bunga mawar atau sejenisnya, agar wangi bakhur tersebut melekat padanya. Aturan ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (artinya): “Bila kalian memberi wangi bakhur pada mayit maka berilah sebanyak 3 kali.” (Ahmad dan selainnya dengan sanad shahih).
3. Dibentangkan 3 lembar kain ter-sebut diatas lantai atau tempat lain secara bertumpuk.
4. Masing-masing lembar diberi al hanuth (wewangian khusus untuk mayit)
5. Jenazah diletakkan di atas lembaran-lembaran kafan tersebut dalam keadaan telah tertutup (setelah diman-dikan) dalam posisi terlentang.
6. Memberi al hanuth pada kapas lalu diletakkan pada celah pantat mayit.
7. Menutup kapas tersebut dengan kain (seperti popok bayi).
8. Memberi al hanuth pada kapas yang lain lalu diletakkan pada kedua matanya (yang telah terpejam), dua lubang hidungnya, mulutnya, dua lubang telinga, anggota sujud (kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari jemari kaki), lipatan-lipatan badan seperti: ketiak, lutut bagian belakang dan pusar. Bila diberi wewangian pada seluruh tubuh maka itu lebih baik.
9. Kemudian 3 kain kafan mulai ditutupkan satu persatu dengan cara bagian kiri kain kafan pertama dilipatkan kearah kanan tubuh si mayit dan sebaliknya dari bagian kanan kain kafan kearah kiri tubuh mayit. Demikian halnya pada lembar kain kedua dan ketiga.
10. Sisa (panjang) kafan di bagian kepala dijadikan lebih banyak daripada di bagian kaki. Lalu sisa panjang kafan di bagian kepala tadi dikumpulkan dan dilipatkan ke arah depan wajah. Demikian pula sisa panjang kain bagian kaki dikumpulkan lalu dilipatkan ke arah depan kaki.
11. Lalu diikat dengan tali agar tidak terurai. Minimal 2 ikatan: pada kepala dan kaki. Bila perlu, ditambah 1 ikatan lagi pada bagian tengah.
12. Ketika mayit dimasukkan ke liang lahat, maka ikatan-ikatan tersebut dilepas dan wajah si mayit tetap dalam keadaan tertutup. (Lihat Ahkamul Jana’iz hal. 64, Asy Syarhul Mumti’ 5/307-310, Syarh Shahih Al Bukhari tentang 1271 dan 1272, Al Mulakhash Al Fiqhi 1/ 240-241 dan Tashihul Ilmaam 3/31 dengan beberapa perubahan).
Keutamaan Mengkafani Jenazah
Hal ini diterangkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang artinya: “Barangsiapa memandikan jenazah (muslim -pen) lalu menjaga rahasia dari keaiban pada tubuh jenazah tersebut, maka Allah akan beri dia pakaian sutra (di akhirat -pen) dan barangsiapa mengkafani seorang muslim maka Allah akan beri dia pakaian sutra (di akhirat pen).” (Ibnu Syabrani dalam Al Amalii Al Fawa’id dengan sanad hasan).
Faedah
1. Tidak perlu melepas baju orang yang mati syahid di medan perang. Akan tetapi dikafani dengan tetap mengenakan baju tersebut. Hal ini berlandaskan hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang telah lewat penyebutannya dalam edisi sebelumnya ketika kita membahas tentang orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan.
2. Tidak diperkenankan bagi seseorang untuk menyiapkan kain kafan sebelum meninggal dunia. Sebab yang demikian tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para shahabatnya. (Lihat catatan kaki Syarh Shahih Al Bukhari tentang hadits 1277). Akan tetapi hendaknya seseorang mengetahui bahwa persiapan terbaik sebelum meninggal dunia adalah amal shalih yaitu amalan yang diikhlaskan karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai tuntunan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
0 comments:
Post a Comment